Perang Banjar, Kebudayaan Kerajaan Banjar, Dan Sistem Pemerintahan Di Banjar

Label:


 PERANG BANJAR

Tahun  1868 Desa Banjar ini kembali mengemika setelah Belanda menguasai Buleleng dengan politik “Tawan Karang” saat itu I Gusti Ketut Jelantik di angkat menjadi “Regen” oleh kompeni (Belanda). Distrik Banjar yang dipegang oleh Punggawa Ida Made Rai, sangat-sangat tidak setuju. Oleh karena itu, Ida Made Rai selaku Punggawa Distrik Banjar berontak melawan kekuasaan kompeni. Belanda tidak tinggal diam dengan bantuan I Gusti Ketut Jelantik Regen Buleleng, Distrik Banjar di gempur habis-habisan.
16 September 1868 terjadi pertempuran sengit di Banjar Corot Desa Cempaga, Serdadu Belanda dipimpin oleh Lwig Stegman dan Letnan Nijs, sedangkan bantuan I Gusti Ketut Jelantik dipimpin oleh patih Beliau yang bernama I Ketut Liarta. Banjar Sendiri dipimpin oleh Ida Made Rai bersama adiknya Ida Nyoman Ngurah, keberuntungan ada di pihak Banjar. Belanda kalah, Kapten Lwig Stegman dan Letnan Nijs gugur diikuti kurang lebih 100 serdadu Belanda
Sebelum Belanda menyerbu Banjar Ida Made Rai sempat diangkat oleh rakyat Banjar untuk menjadi Resi di Banjar yang didukung oleh Raja Bangli dan Desa-desa tetangga seperti : Kalianget, Tangguwisia, Patemon, Kayu Putih. Kalau serbuan pertama dari arah timur (dari kota Singaraja), maka kedua kalinya Banjar diserbu dari arah Barat (dari Pengastulan) oleh Belanda dibantu oleh L Wayat Tragi (Perbekel Pengastulan)
Pada tanggal 3 Oktoben 1868 terjadi perlawanan yang sangat gigih pula oleh rakyat Banjar, dari Belanda kembali dapat dipukul mundur. Dan pada saat itulah Banjar berubah nama menjadi “sura Magada” (sura = berani, Magada = berperang). Karena kegagalan Belanda sampai kedua kalinya inilah akhirnya Kompeni minta bantuan kepada Gubernur jendral di Batavia. Atas bantuan Gubernur Jendral Batavia serdadu Bali kembali menggempur Desa Banjar di bawah pimpinan Kolonel De Braban dan Mayor Bloom. Penyerbuan dimulai dari arah timur melalui Temukus dan Dencarik langsung ke Desa Banjar. Satu persatu Banjar gugur dan akhirnya Desa Banjar hancur. Ida Made Rai ditangkap di Jati Luwih Tabanan bersama 5 orang pengikutnya dan diadili di Batavia dan menjalani hukuman seumur hidup di buang ke Bandung dan akhirnya Beliau meninggal disana.
Petikan Sejarah “ Bali Abad  XIX
A.A. Gde Agung
Setelah Belanda hancur / kalah, Belanda mengenakan Kerja paksa kepada penduduk Desa yang masih hidup untuk membuat kuburan di tempat gugurnya Kapten Lwig Stegman dan Letnan Nijs dan srdadunya di Banjar Corot Desa Cempaga. Kuburan Belanda itu merupakan bukti kepahlawanan Ida Made Rai yang memimpin rakyat Banjar. Sedangkan nama Desa Banjar yang sempat bernama Desa Sura Magada otomatis tidak dikenal lagi dan kembali bernama Desa Banjar sekarang.

KEBUDAYAAN DESA BANJAR 


Secara Adat Kelurahan  Banjar di Bali merupakan wilayah Banjar Adat Pakraman Banjar  yang berada dibawah lingkup Desa Adat / Desa Pakraman banjar. Adat istiadat masyarakat diatur dalam Awig – awig ( peraturan ) Banjar Adat Pakraman Banjar berdasarkan Awig / peraturan Desa Adat / Desa Pakraman Banjar. 




SISTEM PEMERINTAHAN DI KERAJAAN BANJAR


Desa Banjar tergeolong Desa Tua, tetapi tidak tergolong Desa Bali Aga. Wilayah Desa Banjar membujur  dari tepi laut sampai dengan dataran tinggi (dari utara ke selatan). Denghan demikian Desa Banjar seperti terbagi dua wilayah yaitu sebagian ada di  dataran rendah dan sebagian lagi berada di dataran tinggi, jadi keberadaannya dekat dengan laut dan pegunungan.
Walaupun Desa Banjar ini termasuk Desa tua tidak ada prasasti, ataupun petunjuk-petunjuk kapan Desa ini mulai dibangun atau didirikan. Hanya ada satu petunjuk (yang  belum tentu begitu adanya) tetapi sudah dianggap benar , yang tertera dalam babad “Taru Pinghe” yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
Dahulu kala, pada saat Kerajaan Sweca Pura-Gelgel, Klungkung, di perintah oleh “Ida Dalem” beliau mengangkat  “Danghyang Wiraga Sandhi” sebagai Purorita (penasehat spiritual). Danghyang Wiraga Sandhi  adalah seorang Pandita yang sangat menguasai ajaran Agama Hindu, sehingga Kerajaan Sweca Pura mengalami jaman keemasan, tentram, damai, dan sejahtera. Begitulah Kerajaan Swecapura menjadi agung, berkat kepemimpinan yang bisa menselaraskan kepentingan lahir dan batin. Karena sudah lama beliau (Danghyang Wiraga Sandhi tinggal di puri Gelgel)(swecapura), lalu Beliau bermaksud pulang kembali ke Jawa (karena Beliau adalah seorang Brahmana asal Jawa). Maka atas seijin sang Raja, berangkatlah Beliau dengan berjalan kaki diiringkan oleh ke 5 Putra Beliau yang sudah menjadi Pandita.

0 komentar:

Posting Komentar